Kamis, 22 April 2010

Miqdad Bin 'Amr: Kemegahan Dunia dan Kehancuran

Hari itu, nampak ketegangan menyelimuti kaum muslimin, orang-orang kafir Quraisy datang dengan kekuatannya yang dahsyat; dengan semangat dan tekad yang bergelora; dengan kesombongan dan keangkuhan mereka. Perang Badar adalah peperangan pertama yang mereka terjuni. Jumlah kaum muslimin masih sedikit, dan belum teruji dalam peperangan untuk membela Islam.

Rasulullah meminta pendapat mereka. Para sahabat paham betul bahwa beliau benar-benar meminta pendapat mereka. Meskipun nantinya ada pendapat yang berlainan dengan pendapat kebanyakan, Rasulullah tidak akan memarahi orang tersebut.

Saat itulah Rasulullah menguji keimanan para pengikutnya dan kesiapan mereka untuk menghadapi pasukan musuh yang terdiri dari pasukan pejalan kaki dan pasukan berkuda.

Miqdad khawatir kalau ada diantara kaum muslimin yang masih berfikir seribu kali untuk melakukan peperangan. Karena itu, sebelum ada yang angkat bicara, Miqdad ingin mendahului mereka, agar dengan kata-katanya yang tegas dapat mengobarkan semangat juang dan bisa menjadi pendapat umum.

Tetapi, sebelum ia menggerakkan kedua bibirnya, Abu Bakar Ash Shidiq mulai berbicara. Apa yang dikemukakan Abu Bakar sangat baik, Miqdad pun tenang. Kemudian Umar bn Khathab menyusul bicara. Pendapatnya pun juga baik.

Setelah itu barulah Miqdad angkat bicara, "Ya Rasulullah, jangan ragu! Laksanakan apa yang dititahkan Allah. Kami akan bersamamu. Demi Allah kami tidak akan berkata seperti yang dikatakan Bani Israel kepada Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhamnu dan berperangkah! Kami akan duduk menunggu disini.' Tetapi kami akan mengatakan kepadamu, 'Pergilah bersama Tuhanmu dan berperanglah! Kami akan berperang disampingmu.' Demi yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran! Sendainya engkau membawa kami menerjuni lautan lumpur, kami akan patuh. Kami akan berjuang bersamamu dengan gagah berani hingga mencapai tujuan, dan kami akan bertempur disebelah kanan dan disebelah kirimu, dibagian depan dan dibagian belakangmu, sampai Allah memberimu kemenangan."
Kata-kata ini mengalir deras dari bibir Miqdad. Mendengar perkataan semacam itu, wajah Rasulullah terlihat berseri-seri, lalu beliau berdoa untuk Miqdad. Pasukan Islam pun menjadi bersemangat mengikuti semangat yang ditunjukkan oleh Miqdad.

Rasulullah sangat senang. Beliau bersabda kepada pengikutnya, "Berangkatlah dan bergembiralah." Hingga kedua pasukan pun berhadapan. Jumlah anggota pasukan Islam yang berkuda ketika itu tidak lebih dari tiga orang, yaitu Miqdad bin 'Amr, Martsad bin Abi Martsad, dan Zubair bin Awwam; sementara yang lain berjalan kaki atau menunggang unta. Kiprah Miqdad di Perang Badar itu akan senantiasa terukir indah dan tidak akan terlupakan.

Ucapan Miqdad tidak saja menggambarkan keberaniannya, tetapi juga melukiskan sikap bijaknya, dan pola fikirnya yang mendalam. Itu tidak hanya terlihat pada ucapannya, tetapi terlihat juga pada prinsip hidup dan perilakunya yang lurus. Semua pengalamannya adalah sumber bagi sikap bijak dan pola fikirnya.

Ia pernah diangkat Rasulullah sebagai Gubernur di suatu wilayah. Tatkala ia kembali dari tugasnya, Nabi bertanya, "Bagaimana denagn jabatanmu?" Ia menjawab dengan jujur, "Engkau telah menjadikanku menganggap diri ini di atas rakyat sedang mereka di bawahku. Demi yang telah mengutusmu membawa kebenaran, mulai saat ini saya tidak adakan menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang."

Miqdad termasuk deretan orang yang pertama masuk Islam, dan orang ketujuh yang menyatakan secara terang-terangan, hingga menanggung penderitaan dari kekejaman kaum kafir Quraisy. Di masa jahiliyah, ia diambil anak oleh Aswad bin 'Abdi Yaghuts. Karena itu, ia dipanggil Miqdad bin Aswad. Tetapi setelah turunnya firman Allah yang melarang penisbatan nama seseorang ke ayah angkatnya, nama Miqdad dinisbatkan ke nama ayah kandungnya; 'Amr bin Sa'd.

Ia adalah seorang laki-laki yang tidak tertipu oleh dirinya dan kelemahannya. Ia menjadi gubernur, lalu dirinya dikuasai kemegahan dan pujian. Kelemahan ini disadarinya hingga ia bersumpah akan menghindarinya dan menolak untuk menjadi gubernur lagi setelah pengalaman pahit itu.

Dan ia menepati janjinya itu. Sejak saat itu, ia tidak pernah menerima jabatan pemimpin. Bahkan ia sering mengucapkan sabda Nabi saw. yang berbunyi, "Orang yang bebahagia ialah orang yang dijauhkan dari kehancuran."

Jika jabatan kepemimpinan dianggapnya suatu kemegahan yang menimbulkan atau hampir menimbulkan kehancuran bagi dirinya, maka syarat untuk mencapai kebahagiaan baginya ialah menjauhinya.

Diantara sikap bijaknya adalah kehati-hatiannya dalam menilai orang. Sikap ini juga ia pelajari dari Rasulullah saw. yang telah menyampaikan kepada umatnya, "Berubahnya hati manusia lebih cepat dari periuk yang sedang mendidih." Karenanya, Miqdad sering menangguhkan penilaian terakhir terhadap seseorang sampai saat kematian mereka. Tujuannya ialah agar orang yang akan dinilainya tidak mengalami hal baru lagi. Adakah perubahan setelah kematian?

Cinta yang mendalam dan tertata menjadikan pemiliknya sebagai orang yang istimewa. Ia tidak berhenti pada rasa cinta tetapi tahu akan semua konsekuensinya. Cintanya kepada Islam menyebabkanny abertanggungjawab untuk membela ajaran Islam. Layaklah ia menyandang sabda Nabi saw. "Sesungguhnya Allah menyuruhku menyayangimu, dan dan memberitahuku bahwa Dia menyayangimu."

[taken from: bening; ace dari sumber: 60 Sirah Sahabat Rasulullah saw.]